KEKERASAN TERHADAP PESERTA DIDIK DALAM DUNIA PENDIDIKAN
Oleh : Firda Rizkita Nanda (160131600405)
Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri
Malang
Abstrak: Kekerasan
terhadap anak marak terjadi di dunia pendidikan, khususnya terhadap peserta didik baik yang bersifat
verbal maupun nonverbal. Dalam hal ini kekerasan tidak hanya dilakukan oleh
para pendidik maupun tenaga kependidikan, tetapi juga dilakukan oleh para senior
dan teman sebaya (bullying). Perlu
adanya pengertian dari masyarakat bahwa
kekerasan terhadap peserta didik telah sampai pada fase darurat yang tidak
mungkin bagi para pemangku kepentingan untuk menutup mata karena sangat
berpengaruh bagi perkembangan peserta didik. Peserta didik merupakan generasi
muda yang akan meneruskan estafet bangsa ini.
Kata Kunci: kekerasan
dunia pendidikan, kekerasan peserta didik, menyikapi kekerasan anak
Kasus kekerasan
yang marak terjadi mulai meresahkan para pemangku kepentingan di dunia
pendidikan. Oleh karena itu, diperlukan identifikasi menyeluruh dari akar
penyebab masalah hingga dapat ditemukan penyelesaiannya. Alasan penulis
menyusun artikel dengan judul “Kekerasan Terhadap Peserta Didik Dalam Dunia Pendidikan” agar pembaca
dapat mengetahui bahwa kekerasan terhadap peserta didik telah sampai pada fase
darurat yang tidak mungkin bagi para pemangku kepentingan untuk menutup mata
karena sangat berpengaruh bagi perkembangan peserta didik.
Peserta
didik merupakan generasi muda yang akan meneruskan estafet bangsa ini. Atas
dasar ini, penulis dengan sengaja mengangkat tema ini untuk memaparkan lebih
lanjut tentang kekerasan terhadap peserta didik dalam dunia pendidikan.
BAHASAN
Hakikat Kekerasan dalam Dunia Pendidikan
Kekerasan
sering didefinisikan sebagai bentuk tindakan yang melukai, membunuh, merusak,
dan menghancurkan lingkugan. Kekerasan tidak selalu terlihat secara kasat mata
dalam bentuk fisik, tetapi juga bisa terjadi secara halus namun sangat
mematikan. Kekerasan juga didefinisikan sebagai kegiatan yang mencakup
tindakan, perkataan, sikap, berbagai struktur, atau sistem yang menyebabkan
kerusakan fisik, mental sosial atau lingkungan atau menghalangi seseorang
meraih prestasi. Pendidikan menurut KBBI berasal dari kata “didik” kemudian
mendapat imbuhan “pe” dan akhiran “an”, maka kata ini mempunyai arti proses
atau cara atau perbuatan mendidik. Oleh karena itu, Kekerasan dalam dunia
pendidikan adalah suatu tindak kekerasan dengan melukai, membunuh, merusak, dan
menghancurkan peserta didik dalam proses atau cara menididik.
Jenis Kekerasan dalam Dunia Pendidikan
Kekerasan ada dua jenis
yaitu: 1. Kekerasan fisik, yaitu jenis kekerasan yang kasat mata. Artinya,
siapapun bisa melihatnya karena terjadi sentuhan fisik antara pelaku dengan
melihatnya karena terjadi sentuhan fisik antara pelaku dengan korbannya. Contohnya:
menampar, menimpuk, menginjak kaki, menjegal, meludahi, memalak, melempar
barang, dan lain-lain; 2. Kekerasan non fisik, yaitu
jenis kekerasan yang tidak kasat mata. Artinya, tidak bisa langsung diketahui
perilakunya apabila tidak jeli memperhatikan, karena tidak terjadi sentuhan
fisik antara pelaku dengan korbannya. Kekekrasan non fisik ini dibagi 2, yaitu:
a. kekerasan verbal, yaitu Kekerasan di dunia pendidkan yang dilakukan lewat
kata-kata. Contohnya: guru membentak peserta didik, menjuluki, meneriaki,
memaki, dan menghina teman sebaya, menyebar gosip di lingkungan sekolah,
mempermalukan di depan umum dengan lisan; b. kekerasan psikologis/psikis, yaitu
Kekerasan di dunia pendidikan yang dilakukan lewat bahasa tubuh. Contohnya:
memandang sinis, memandang penuh ancaman, mempermalukan denga tindakan,
mendiamkan, serta mengucilkan teman yang berbeda, mencibir dan memelototi
teman. (Sejiwa, 2008:48)
Faktor
Penyebab Kekerasan dalam Dunia Pendidikan
Kekerasan dalam dunia
pendidikan bisa disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu faktor guru, siswa,
keluarga dan lingkungan. Untuk faktor guru biasanya disebabkan karena a. kurang
pengetahuan guru bahwa kekerasan baik fisik maupun psikis tidak efektif untuk
memotivasi siswa atau merubah perilaku, malah beresiko menimbulkan trauma
psikologis dan melukai harga diri siswa; b. persepsi yang persial dalam menilai
siswa. Bagaimanapun juga, setiap anak punya konteks kesejarahan yang tidak bisa
dilepaskan dalam setiap kata dan tindakan siswa yang dianggap “melanggar”
batas. Apa yang terlihat di permukaan, merupakan sebuah tanda/sian dari masalah
yang tersembunyi di baliknya. Yang terpenting bukan sebatas “menangani”
tindakan siswa yang terlihat, tanpa mencari tau apa yang melandasi tindakan
siswa tersebut; c. adanya masalah psikologi yang menyebabkan hambatan dalam
mengelola emosi hingga guru tersebut menjadi lebih sensitif dan reaktif; dan d.
adanya tekanan kerja, target yang harus dipenuhi oleh
guru, baik dari segi kurikulum, materi maupun prestasi yang harus dicapai siswa
didiknya sementara kendala yang dirasakan untuk mencapai hasil yamg ideal dan
maksimal cukup besar.
Faktor siswa biasanya berasal
dari sikap siswanya. Sikap siswa tidak bisa dilepaskan dari dimensi psikologis
dan kepribadian siswa itu sendiri yang tanpa sadar bisa melandasi interaksi
antara siswa dan pihak guru, teman atau kakak kelas, maupun adik kelas. Untuk faktor
keluarga disebabkan karena orang tua yang mengalami masalah psikologis yang
berlarut-larut bisa mempengaruhi pola hubungan dengan anak. Misalnya, orangtua yang stress berkepanjangan jadi
sensitif, kurang sabar, dan mudah marah pada anak lama-kelamaan kondisi ini
mempengaruhii kehidupan pribadi anak. Ia bisa kehilangan semangat sekolah, daya
konsentrasi dalam pelajaran, jadi sensitif, reaktif, cepat marah.
Dan yang terakhir faktor lingkungan bisa
terjadi karena a. adanya budaya kekerasan anak yang tumbuh dalam lingkungan
yang toleran terhadap tindakan kekerasan akan memandang kekerasan sebagai hal
yang wajar; b. mengalami sindrom
stockholm: suatu kondisi psikologis dimana antara pihak korban dengan
aggressor terbangun hubungan yang positif dan Later on (korban membantu aggressor
mewujudkan keinginan mereka); c. tayangan televisi banyak berbau kekerasan.
Akibatnya dalam pola berpikir anak muncul premis jika ingin kuat dan ditakuti
maka dengan jalan kekerasan.
Dampak Kekerasan dalam Dunia Pendidikan
Dampak kekerasan dalam dunia pendidikan (baik
pendidikan formal mapun non formal) pada anak-anak dapat membawa dampak negatif
secara fisik maupun psikis. Dampak kekerasan
secara fisik, yaitu mengakibatkan
adanya kerusakan tubuh seperti: luka-luka memar, luka bakar, dan lain sebagainya. Sedangkan dampak secara psikis yaitu anak yang
mengalami penganiayaan sering menunjukkan penarikan diri, ketakutan atau
bertingkah laku agresif, emosi yang labil, jati diri yang rendah, kecemasan,
adanya gangguan tidur, dan bahkan kelak bisa kesulitan berkomunikasi atau
berhubungan dengan teman sebayanya.
Dampak lain yang ditimbulkan dari salah
satu bentuk kekerasan yakni perundungan atau sering disebut bullying
adalah anak menjadi lebih
pendiam atau penyendiri, minder dan canggung dalam bergaul, tidakmau sekolah, stress atau
tegang, sehingga tidak dapat berkonsentrasi dalam belajar, dan yang paling fatal dapat menyebabkan bunuh
diri.
Cara Penanggulangan Kekerasan Terhadap Peserta Didik
Bentuk
penanggulangan tindak kekerasan yang dapat dilakukan pihak sekolah adalah: 1. Melaporkan kepada orang tua atau wali siswa setiap
terjadi kekerasan, serta melapor kepada Dinas Pendidikan dan aparat penegak
hukum dalam hal yang mengakibatkan luka fisik berat atau cacat atau kematian; 2. Melakukan identifikasi fakta kejadian dan
menindaklanjuti kasus secara proporsional sesuai tingkat kekerasan; 3. Menjamin
hak siswa tetap mendapatkan pendidikan; 4. Memfasilitasi siswa
mendapatkan perlindungan hukum atau
pemulihan.
Sedangkan bentuk
penanggulngan tindak kekerasan yang dapat dilakukan pihak Pemerintah
Daerah adalah: 1. Wajib membentuk tim adhoc penanggulangan yang independen untuk
melakukan tindakan awal penanggulangan,
juga berkoordinasi dengan tim aparat hukum. Tim ini melibatkan tokoh
masyarakat, pemerhati pendidikan atau psikolog; 2. Wajib memantau dan membantu
upaya penanggulangan tindak kekerasan oleh sekolah; dan 3.
Menjamin
terlaksananya pemberian hak siswa untuk mendapatkan perlindungan hukum, hak
pendidikan, dan pemulihan yang dilakukan sekolah.
PENUTUP
Simpulan
Kekerasan fisik maupun non fisik terhadap peserta didik marak terjadi di
dunia pendidikan. Kekerasan tersebut disebabkan oleh faktor guru, siswanya
sendiri, keluarga dan lingkungannya. Seringkali guru tidak sadar telah
melakukan kekerasan non fisik, baik kekerasan verbal maupun psikologis,
nyatanya justru kekerasan itulah yang berdampak pada perkembangan anak di masa
depan. Kekerasan memiliki dampak negatif secara fisik maupun psikis. Kedua
dampak tersebut sangat merugikan peserta didik. Terlebih lagi dampak secara
psikis, maka akan membutuhkan waktu yang lama untuk penyembuhannya. Dibutuhkan kerjasama
dari berbagai pihak untuk menanggulangi masalah kekerasan. Untuk saat ini
Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan menteri Pendidikan dan Budaya No. 82
Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan sekolah. Hal
tersebut dapat menjadi tameng untuk melindungi peserta didik dalam memperoleh
hak-haknya untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu.
Saran
Para
pendidik (guru, dosen, dan lain-lain) dituntut untuk memahami jiwa peserta
didik. Yang perlu dicatat adalah bahwa tugas dan kewajiban mereka bukan hanya
sebagai penyampai dan pemberi ilmu pengetahuan kepada peserta didik akan tetapi
juga sekaligus counsellor (pembimbing)
dan suri tauladan yang baik. Pihak sekolah harus menindak kekerasan secara
transparan, bukan justru menutup-nutupi proses pengusutan dengan alasan untuk
menjaga nama baik sekolah. Jika pihak sekolah terkesan menutup-nutupi maka hal
tersebut akan lebih memicu timbulnya korban selanjutnya.
DAFTAR RUJUKAN
Sejiwa. 2008. Bullying:
Panduan bagi Orangtua dan Guru Mengatasi Kekerasan di Sekolah dan Lingkungan
Sekitar Anak. Jakarta: Grasindo
______. Tanpa tahun. Pendidikan,
(Online) (http://kamusbahasaindonesia.org/pendidikan/mirip), diakses 18 April 2017
______. Tanpa tahun. Kekerasan,
(Online), (http://kamusbahasaindonesia.org/kekerasan), diakses pada 18 April 2017
0 komentar:
Posting Komentar