Total Tayangan Halaman

Sabtu, 04 Mei 2019

UPAYA MEMBERDAYAKAN TERTIB LALU LINTAS BAGI SISWA


UPAYA MEMBERDAYAKAN TERTIB LALU LINTAS BAGI SISWA
Firda Rizkita Nanda
Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Malang
E-mail: firdarizkita8@gmail.com
PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi transportasi di Indonesia secara pesat sangat berpengaruh bagi masyarakat, baik bagi orang dewasa maupun anak-anak. Pesatnya pertumbuhan transportasi dan padatnya arus lalu lintas harus pula diimbangi dengan penyediaan sarana dan prasarana yang dapat menunjang kebutuhan masyarakat dalam berlalu lintas secara nyaman dan aman serta keselamatan. Namun, semakin hari semakin banyak terjadinya pelanggaran ketentuan-ketentuan lalu lintas yang mengakibatkan adanya kecelakaan dengan banyak korban, baik harta benda maupun jiwa yang disebabkan oleh masyarakat yang masih berstatus pelajar/siswa.
Untuk terciptanya tujuan berlalu lintas yang tertib, aman dan nyaman, UU RI No. 22 Tahun 2009 pasal 106 ayat 4 menyebutkan bahwa setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib mematuhi ketentuan tentang berlalu lintas.  Adapun Undang-Undang dan Peraturan-Peraturan yang mengatur tentang lalu lintas jalan raya, terdapat dalam : 1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1965 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya (Lembaran Negara Nomor 25 Tahun 1965); 2. Peraturan Pemerintah Lalu Lintas di atas Jalan (P.P.L.) diubah dan ditambah terakhir dengan Lembaran Negara Nomor 47 Tahun 1951; 3. Penetapan Lalu Lintas Jalan Perhubungan (Pen. L.P.) dan Penetapan Lalu Lintas Jalan Dalam Negri (Pen L.D.N.); 4. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1980 tentang jalan.

PEMBAHASAN
Banyak masyarakat yang masih berstatus sebagai siswa yang melanggar tata tertib lalu lintas dan kurangnya pemahaman norma berlalu  lintas. Seperti melanggar  lampu rambu- rambu lalu lintas atau menerobos lampu merah, mengendarai motor tanpa Surat Izin Mengemudi (SIM), boncengan tidak menggunakan helm, tidak menyalakan lampu di siang hari, tidak menggunakan sabuk pengaman dalam berkendara, dan pelanggaran-pelanggaran lainnya. Sedangkan sudah jelas persyaratan bagi setiap pengemudi, yaitu: a. Harus memiliki Surat Ijin Mengemudi (SIM); b. Harus mampu mengemudikan kendaraannya dengan wajar tanpa dipengaruhi oleh keadaan sakit, lelah, mengantuk, meminum sesuatu yang mengandung alkohol atau obat bius dan lain-lain yang dapat mempengaruhi kesadaran; c. Harus mematuhi seluruh ketentuan Undang-Undang tentang penomoran, penerangan, perlengkapan dan peralatan kendaraan; d. Harus mematuhi ketetapan tentang kelas-kelas jalan, rambu-rambu dan tanda-tanda jalan, lampu isyarat jalan atau berhenti; e. Harus dapat memperlihatkan Surat Ijin Mengemudi (SIM), Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), Surat Tanda Uji Kendaraan (STUK) yang sah.
Oleh karena pemahaman  norma  berlalu  lintas  pada  siswa mempunyai dampak yang besar sesuai dengan kondisinya semakin hari semakin meningkat, hingga diperlukan suatu strategi dan langkah-langkah untuk penindakan pelanggaran lalu lintas yang  lebih  efektif  dan  efisien. Hal ini diakibatkan karena kurangnya pemahaman norma hukum siswa dalam berlalu lintas. Akhir-akhir ini banyak pelajar membawa kendaraan bermotor ke sekolah. Tidak seperti dulu, katakanlah dua decade yang lalu, pelajar di sekolah-sekolah, baik di perkotaan maupun daerah masih dapat dikatakan jarang yang membawa kendaraan bermotor ke sekolah. Waktu itu mereka lebih memilih angkutan umum, sepeda kayuh, bahkan masih ada yang berjalan kaki. Di satu sisi penggunaan kendaraan bermotor bagi pelajar cukup positif: terkait dengan efektivitas waktu tempuh dalam perjalanan menuju sekolah, membantu mobilitas pelajar dalam proses pendidikan, mampu menghemat biaya tidak langsung (indirect cost) pendidikan untuk ongkos transportasi, dsb.
Adapun beberapa kendala dalam mewujudkan budaya tertib lalu lintas di jalan pada kalangan pelajar yaitu :
1.      Pengawasan yang kurang dari pihak kepolisian
Pelajar sekarang tidak akan mematuhi peraturan jika tidak ada yang mengawasinya, meskipun peraturan tersebut dibuat oleh pemerintah. Pelajar sekarang, tidak akan berubah kalau belum merasa jerah atas perbuatan yang melanggar peraturan. Kalaupun mereka melakukan pelanggaran mereka pikir tidak akan ada yang melihat sikap mereka itu. Dan juga mereka menganggap apa yang mereka menganggap apa yang mereka lakukan tidak akan diberikan sanksi karena tidak ada pengawasan dari pihak kepolisian. Pelajar sekarang dapat melakukan apapun sesuai keinginan mereka. Sehingga tertib lalu lintas kalau tidak mereka inginkan maka tidak akan mereka lakukan.
2.      Kebijakan pemerintah yang belum tegas
Pemerintah memang telah membuat peraturan tentang tata tertib lalu lintas. Tetapi tindak lanjut dari pemerintah sangatlah kurang.
3.      Minimalnya Pengetahuan kalangan pelajar terhadap budaya tertib lalu lintas
Kurangnya sosialisasi baik dari pemerintah ataupun dari pihak kepolisian tentang pentingnya tertib lalu lintas di jalan pada kalangan remaja. Hampir tidak pernah ada sosialisasi mengenai apa yang dimaksud dengan lalu lintas, rambu-rambu lalu lintas, dan sebagainya yang berhubungan dengan lalu lintas.
4.      Budaya pelajar dalam berangkat sekolah
Mayoritas dari pelajar membudayakan berangkat sekolah yang mepet dengan waktu masuk sekolah yang mepet dengan waktu masuk sekolah mereka.dengan dibayangi sanksi yang akan mereka terima di sekolah, para pelajar menjadi kurang memperhatikan rambu-rambu di jalan. Sehingga keselamatan pelajar itu sendiri dan pengguna jalan lain terancam.
5.      Masih labilnya egoisme pelajar
Karena dengan adanya ego pelajar yang masih labil sangat mengancam keselamatan mereka. Ketika kondisi pemakai jalan yaitu kalangan pelajar sekaligus kondisi batin mereka yang tidak stabil maka mereka tidak akan menghiraukan rambu-rambu lalu lintas yang ada. Mereka bersikap seperti itu karena mereka ingin meluapkan semua egonya ketika dijalan tanpa mempertimbangkan keselamatan mereka.
Di sisi lain fenomena ini juga menghadirkan sejumlah persoalan dan dampak negatif. Salah satunya yang paling mendapatkan sorotan adalah menganai rendahnya etika mereka dalam berlalu lintas. Mencermati hal tersebut maka menjadi sesuatu yang tidak dapat ditawar-tawar lagi bagi pemerintah baik pusat maupun daerah, institusi pendidikan dan kalangan pendidik pada saat ini untuk dapat menerapkan semacam pendidikan etika berlalu lintas bagi pelajar secara lebih terpadu, konsisten, dan berkesinambungan. Mengapa pendidikan etika berlalu lintas ini perlu dipikirkan secara seksama, tidak main-main, tidak sesaat dan tidak asal-asalan, tak lain karena persoalan itu sudah sangat kompleks dan berdampak luas pada bidang lain. Dalam hal ini tidak hanya menunjukkan rendahnya moralitas seorang pelajar dalam berlalu lintas secara individual dan kelompok tertentu saja, tapi jauh daripada itu menyangkut pula karakter, personalitas, citra, kinerja, budaya, dan peradapan sebuah bangsa pada masa depan. Jangan salah, buruknya budaya tertib lalu lintas juga amat berpengaruh terhadap sector ekonomi, social, budaya, politik dan keamanan sebuah bangsa.
Ada sejumlah alasan tentang pentingnya pendidikan etika berlalu lintas diberikan kepada para pelajar. Pertama, alasan legal-formal. Mengacu pada wawasan dan pemahaman tentang ketentuan, peraturan dan produk hukum berlalu lintas yang masih rendah di kalangan pelajar. Factor legal-formal yang tercantum dalam undang-undang lalu lintas apakah sudah terpenuhi bdan terkuasai oleh para pelajar kita. Antara lain mulai dari kepemilikan SIM, bukti kepemilikan kendaraan, standar layak kendaraan, traffic light (rambu-rambu lalu lintas) serta sanksi dan hukuman bagi yang melanggar peraturan lalu lintas. Walaupun belum secara signifikan ada penelitian yang menunjukkan berapa persen tingkat wawasan dan pemahaman mereka masih cukup dangkal, tidak mengerti dan tidak memahami secara menyeluruh.
Kedua, alasan perubahan sosial. Ada indikasi dan dinamika peningkatan kuantitas kepemilikan kendaraan bermotor tanpa diimbangi peningkatan kualitas wawasan dan pemahaman disiplin dan etika berlalu lintas. Hal ini pun terjadi di kalangan pelajar. Akibatnya persoalan etika berlalu lintas terus terpinggirkan dann semakin hari semakin kompleks dengan berbagai variasi masalah. Tidak ada data yang menunjukkan berapa peningkatan jumlah pelajar yang menggunakan kendaraan pribadi setiap waktunya dalam skala nasional maupun local. Namun, sekali lagi kembali dapat diukur akan terus mengalami peningkatan dari waktu ke waktu seiring dengan semakin mudah dan murahnya memiliki kendaraan bermotor baik secara cash/kontan ataupun kredit.
Ketiga, alasan kondisional. Dampak lanjutan dari alasan pertama dan kedua adalah munculnya  situasi yang tidak aman dan tidak nyaman dalam berlalu lintas. Kondisi tidak aman dab tidak nyaman berlalu lintas ini pada gilirannya mengancam keselamatan pengguna kendaraan dan pemakai jalan lainnya.
Keempat, alasan peningkatan kasus kiminal. Alasan yang tidak kalah pentingnya mengapa pendidikan etika berlalu lintas perlu diberikan kepada para pelajar adalah semakin meningkatnya kasus kriminal. Kasus kriminal ini antara lain dipicu oleh persaingan kelompok geng motor yang terus meresahkan akhir-akhir ini yang didalamnya terdapat sejumlah pelajar yang jadi anggotanya. Biasanya dimulai dari hal sepele seperti saling tatap mata, senggolan, serempetan, dan balapan liar yang kemudian berujung dengan tawuran dan tindakan-tindakan anarkis lainnya yang merugikan banyak pihak.
Oleh karena itu mengacu pada empat alasan tadi maka pendidikan etika berlalu lintas tidak dapat ditunda-tunda lagi. Untuk teknis dan mekanismenya perlu diperhatikan paling tidak dua hal berikut ini. Kesatu, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi tetap perlu melibatkan semua pihak khususnya kalangan pendidik dan aparat kepolisian. Kedua, pendidikan etika berlalu lintas dapat terintegrasi dengan mekanisme kegiatan pada setiap satuan pendidikan dalam hal ini kegiatan berbentuk intrakurikuler adalah kegiatan yang berlangsung pada jam-jam pelajaran yang disusun secara terjadwal dan sebagian besar berada dalam lingkungan sekolah. Realisasinya adalah dengan menanamkan nilai-nilai etika berlalu lintas dengan mengintegrasikannya (menyisipkannya) pada setiap mata pelajarannya.
Meningkatnya jumlah kasus kecelakaan disejumlah daerah pun menjadikan kita miris, bagaimana  tidak ancaman  kehilangan  jiwa ada didepan mata jika tidak menggubris atau menjalankan pemahaman norma dalam berlalu lintas. Sepatutnya sadar akan bahaya tersebut untuk kemudian mulai berhati-hati dalam menggunakan jalan, sehingga tidak membahayakan diri sendiri dan orang lain. Akan tetapi kesadaran seperti ini saja tidak cukup,pemerintah mustinya mulai berfikir untuk mengevaluasi semua ini. Jika perlu wawasan dan pemahaman akan pentingnya etika dalam berlalu lintas dimasukan dalam materi pembelajaran disekolah-sekolah sejak dini. Caranya dengan memberikan teladan dan pemahaman kepada siswa, untuk itu diperlukan sosok teladan yang senantiasa dapat memberikan contoh yang baik bagi murid-muridnya dalam beretika dijalan. Dari itu diharapkan akan ada kesadaran dari siswa untuk mengikuti mereka dalam hal taat kepada aturan lalu lintas, seperti tidak ugal-ugalan, kebut- kebutan dan atau melanggar marka jalan yang dari  itu  semua  dapat  membahayakan keselamatan orang lain. Output seperti inilah yang diharapkan dari pendidikan karakter tentang berlalu  lintas, tidak lainagar siswa/anak didik dapat mengerti, merasakan dan melaksanakan aturan-aturan, etika dan sopan santun dalam berkendara dijalan raya. Upaya penindakan langsung (tilang) yang dikenakan terhadap pelaku pelanggaran yang terjadi di jalan raya dapat dijadikan peringatan bagi pengguna jalan yang mau coba-coba melakukan pelanggaran.
Adapun UU No 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan  Angkutan  Jalan  (LLAJ)  diteken  Presiden pada  22  Juni  2009,  ada  sejumlah  ancaman sanksi kurungan atau denda. Berikut ini beberapa perilaku buruk atau pelanggaran yang sering di lakukan bikers saat di jalan dan sejumlah sanksinya: 1. Saat lampu merah, menerabas garis putih dan zebra cross. (Pasal 287, kuraungan paling lama dua bulan atau denda paling banyak Rp 500 ribu).; 2. Saat di lampu merah, menerabas, nergerak sebelum lampu hijau. (Pasal 287, kurungan paling lama dua bulan atau denda paling banyak Rp 500 ribu); 3. Menggunakan trotoar sebagai jalan pintas di tengah kemacetan; 4. Menggunakan knalpot bersuara bisimg (Pasal 285 ayat 1 kurungan paling lama satu bulan atau denda paling banyak Rp 250 ribu); 5. Menyalip dari kiri jalan tanpa memperhatikan kendaraan lain. (Pasal 300, kurungan paling lama satu bulan atau denda paling banyak Rp 250 ribu ); 6. Berbelok tanpa menyalakan lampu sign (Pasal 294 ancaman pidana penjara satu bulan atau denda Rp 250 ribu); 7. Berboncengan lebih dari dua orang (Pasal 292 penjara paling lama satu bulan atau denda paling banyak Rp 250 ribu); 8. Membunyikan klakson yang menekakan telinga, terlebih di tengah kemacetan; 9. Saat hujan deras, berteduh di bawah kolong jembatan secara bergerombol yang memakan ruas jalan.; 10. Berkendara dengan kecepatan tinggi di tengah keramaian lalu lintas jalan raya (Pasal 287 ayat 5 kurungan paling lama dua bulan atau denda paling banyak Rp 500 ribu).; 11. Berkendara sambil merokok.; 12. Berkendara sambil menelepon atau sms. (Pasal 283, kurungan paling lama tiga bulan atau denda paling banyak Rp 750 ribu).; 13. Berkendara membawa anak kecil di bagian depan dan belakang. (Pasal 292, kurungan paling lama satu bulan atau denda paling banyak Rp 250 ribu).; 14. Aksi balapan liar di jalan umum. (Pasal 297, kurungan paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp 3 juta).; 15. Berkendara sambil menggunakan earphone untuk mendengarkan musik keras keras.

PENUTUP
Pemahaman siswa terhadap syarat-syarat untuk  diperbolehkan  menggunakan kendaraan bermotor di jalan raya, ketika siswa pergi ke sekolah mengendaraai sepeda motor tanpa memiliki SIM belum mematuhi kewajiban persyaratan teknis dan layak jalan dan karena adanya beberapa faktor, yaitu kurangnya pengetahuan tentang undang- undang lalu lintas, belum teruji kompetensinya  dalam  mengemudi, kesadaran berlalu lintas belum sepenuhnya dimiliki oleh siswa, dan adanya pembiaran oleh orang tua.
Pendidikan pertama bagi seorang anak adalah orang tua. Apabila anak melakukan penyimpangan seperti melanggar tata tertib lalu lintas, sudah seharusnya orang tua mengingatkan anaknya mana yang benar dan mana yang salah. Memantau pergaulan anaknya seperti tidak memberikan sepeda motor sendiri kepada anaknya. Atau lebih memilih mengantar jemput anaknya daripada memberikan sepeda motor sendiri
Menyikapi peristiwa yang ada, aparat polisi lalu lintas juga harus memahami betul tentang mengapa banyak terjadi pelanggaran-pelanggaran lalu lintas, baik dari segi pengetahuan dan kesadaran siswa, mempertimbangkan kembali upaya untuk menertibkan lalu lintas dengan begitu akan lebih mudah bagi aparat untuk  memberikan petunjuk dan menanamkan kesadaran bagi siswa melalui sosialisasi yang sesuai dan dapat dilakukan aparat dengan mendatangi sekolah-sekolah. Hendaknya para siswa sabar, sadar dan dengan penuh tanggung jawab wajib :a. Mematuhi tata tertib lalu lintas/disiplin lalu lintas; b.Melaksanakan sopan santun lalu lintas.;c.Memperhatikan peralatan perlengkapan kendaraan dengan sempurna.
  
DAFTAR PUSTAKA
Danang. 2011. Budaya Tertib lalu lintas, Jakarta Timur: PT Sarana Bangun Pustaka
Departemen Kehakiman. 1983. Penyuluhan hukum ke VII tentang pelanggaran lalu lintas,
Jakarta : Departemen Kehakiman
Putra Agil Laksamana. 2013.Budayakan Tertib Lalu Lintas (online)
Senin, 04 November 2013
Shofiati, Sri. 2012. Hidup Tertib, Jakarta Timur: Balai Pustaka
Suryajaya. 1995. Aman dan Nyaman di Jalan, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Tirtarahardja, U & La Sulo, S.L. 2012. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta















0 komentar:

Posting Komentar