UPAYA
MEMBERDAYAKAN TERTIB LALU LINTAS BAGI SISWA
Firda
Rizkita Nanda
Fakultas
Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Malang
E-mail: firdarizkita8@gmail.com
PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi transportasi di
Indonesia secara pesat sangat berpengaruh bagi masyarakat, baik bagi orang
dewasa maupun anak-anak. Pesatnya pertumbuhan transportasi dan padatnya arus
lalu lintas harus pula diimbangi dengan penyediaan sarana dan prasarana yang
dapat menunjang kebutuhan masyarakat dalam berlalu lintas secara nyaman dan
aman serta keselamatan. Namun, semakin hari semakin banyak terjadinya
pelanggaran ketentuan-ketentuan lalu lintas yang mengakibatkan adanya
kecelakaan dengan banyak korban, baik harta benda maupun jiwa yang disebabkan
oleh masyarakat yang masih berstatus pelajar/siswa.
Untuk terciptanya tujuan berlalu lintas
yang tertib, aman dan nyaman, UU RI No. 22 Tahun 2009 pasal 106 ayat 4
menyebutkan bahwa setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan
wajib mematuhi ketentuan tentang berlalu lintas. Adapun Undang-Undang dan Peraturan-Peraturan
yang mengatur tentang lalu lintas jalan raya, terdapat dalam : 1. Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 1965 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya (Lembaran Negara
Nomor 25 Tahun 1965); 2. Peraturan Pemerintah Lalu Lintas di atas Jalan
(P.P.L.) diubah dan ditambah terakhir dengan Lembaran Negara Nomor 47 Tahun
1951; 3. Penetapan Lalu Lintas Jalan Perhubungan (Pen. L.P.) dan Penetapan Lalu
Lintas Jalan Dalam Negri (Pen L.D.N.); 4. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1980
tentang jalan.
PEMBAHASAN
Banyak masyarakat yang masih berstatus
sebagai siswa yang melanggar tata tertib lalu lintas dan kurangnya pemahaman norma berlalu
lintas. Seperti melanggar lampu rambu- rambu
lalu lintas atau
menerobos lampu merah,
mengendarai motor tanpa Surat Izin Mengemudi
(SIM), boncengan tidak menggunakan helm, tidak menyalakan lampu di siang hari, tidak
menggunakan sabuk pengaman
dalam
berkendara,
dan pelanggaran-pelanggaran lainnya. Sedangkan sudah jelas
persyaratan bagi setiap pengemudi, yaitu: a. Harus memiliki Surat Ijin
Mengemudi (SIM); b. Harus mampu mengemudikan kendaraannya dengan wajar tanpa
dipengaruhi oleh keadaan sakit, lelah, mengantuk, meminum sesuatu yang
mengandung alkohol atau obat bius dan lain-lain yang dapat mempengaruhi
kesadaran; c. Harus mematuhi seluruh ketentuan Undang-Undang tentang penomoran,
penerangan, perlengkapan dan peralatan kendaraan; d. Harus mematuhi ketetapan
tentang kelas-kelas jalan, rambu-rambu dan tanda-tanda jalan, lampu isyarat
jalan atau berhenti; e. Harus dapat memperlihatkan Surat Ijin Mengemudi (SIM),
Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), Surat Tanda Uji Kendaraan (STUK) yang sah.
Oleh karena
pemahaman
norma
berlalu lintas pada
siswa mempunyai dampak yang besar sesuai dengan kondisinya semakin hari semakin
meningkat,
hingga diperlukan suatu
strategi dan langkah-langkah untuk penindakan pelanggaran
lalu lintas yang lebih
efektif dan efisien.
Hal
ini diakibatkan karena
kurangnya pemahaman
norma
hukum siswa dalam berlalu
lintas. Akhir-akhir
ini banyak pelajar membawa kendaraan bermotor ke sekolah. Tidak seperti dulu,
katakanlah dua decade yang lalu, pelajar di sekolah-sekolah, baik di perkotaan
maupun daerah masih dapat dikatakan jarang yang membawa kendaraan bermotor ke
sekolah. Waktu itu mereka lebih memilih angkutan umum, sepeda kayuh, bahkan
masih ada yang berjalan kaki. Di
satu sisi penggunaan kendaraan bermotor bagi pelajar cukup positif: terkait
dengan efektivitas waktu tempuh dalam perjalanan menuju sekolah, membantu
mobilitas pelajar dalam proses pendidikan, mampu menghemat biaya tidak langsung
(indirect cost) pendidikan untuk
ongkos transportasi, dsb.
Adapun
beberapa kendala dalam mewujudkan budaya tertib lalu lintas di jalan pada
kalangan pelajar yaitu :
1. Pengawasan
yang kurang dari pihak kepolisian
Pelajar
sekarang tidak akan mematuhi peraturan jika tidak ada yang mengawasinya,
meskipun peraturan tersebut dibuat oleh pemerintah. Pelajar sekarang, tidak
akan berubah kalau belum merasa jerah atas perbuatan yang melanggar peraturan.
Kalaupun mereka melakukan pelanggaran mereka pikir tidak akan ada yang melihat
sikap mereka itu. Dan juga mereka menganggap apa yang mereka menganggap apa
yang mereka lakukan tidak akan diberikan sanksi karena tidak ada pengawasan
dari pihak kepolisian. Pelajar sekarang dapat melakukan apapun sesuai keinginan
mereka. Sehingga tertib lalu lintas kalau tidak mereka inginkan maka tidak akan
mereka lakukan.
2. Kebijakan
pemerintah yang belum tegas
Pemerintah
memang telah membuat peraturan tentang tata tertib lalu lintas. Tetapi tindak
lanjut dari pemerintah sangatlah kurang.
3. Minimalnya
Pengetahuan kalangan pelajar terhadap budaya tertib lalu lintas
Kurangnya
sosialisasi baik dari pemerintah ataupun dari pihak kepolisian tentang pentingnya
tertib lalu lintas di jalan pada kalangan remaja. Hampir tidak pernah ada
sosialisasi mengenai apa yang dimaksud dengan lalu lintas, rambu-rambu lalu
lintas, dan sebagainya yang berhubungan dengan lalu lintas.
4. Budaya
pelajar dalam berangkat sekolah
Mayoritas
dari pelajar membudayakan berangkat sekolah yang mepet dengan waktu masuk
sekolah yang mepet dengan waktu masuk sekolah mereka.dengan dibayangi sanksi
yang akan mereka terima di sekolah, para pelajar menjadi kurang memperhatikan
rambu-rambu di jalan. Sehingga keselamatan pelajar itu sendiri dan pengguna
jalan lain terancam.
5. Masih
labilnya egoisme pelajar
Karena
dengan adanya ego pelajar yang masih labil sangat mengancam keselamatan mereka.
Ketika kondisi pemakai jalan yaitu kalangan pelajar sekaligus kondisi batin
mereka yang tidak stabil maka mereka tidak akan menghiraukan rambu-rambu lalu
lintas yang ada. Mereka bersikap seperti itu karena mereka ingin meluapkan
semua egonya ketika dijalan tanpa mempertimbangkan keselamatan mereka.
Di sisi lain fenomena ini juga
menghadirkan sejumlah persoalan dan dampak negatif. Salah satunya yang paling
mendapatkan sorotan adalah menganai rendahnya etika mereka dalam berlalu lintas. Mencermati hal tersebut
maka menjadi sesuatu yang tidak dapat ditawar-tawar lagi bagi pemerintah baik
pusat maupun daerah, institusi pendidikan dan kalangan pendidik pada saat ini
untuk dapat menerapkan semacam pendidikan etika berlalu lintas bagi pelajar
secara lebih terpadu, konsisten, dan berkesinambungan. Mengapa pendidikan etika
berlalu lintas ini perlu dipikirkan secara seksama, tidak main-main, tidak
sesaat dan tidak asal-asalan, tak lain karena persoalan itu sudah sangat
kompleks dan berdampak luas pada bidang lain. Dalam hal ini tidak hanya
menunjukkan rendahnya moralitas seorang pelajar dalam berlalu lintas secara
individual dan kelompok tertentu saja, tapi jauh daripada itu menyangkut pula
karakter, personalitas, citra, kinerja, budaya, dan peradapan sebuah bangsa
pada masa depan. Jangan salah, buruknya budaya tertib lalu lintas juga amat
berpengaruh terhadap sector ekonomi, social, budaya, politik dan keamanan
sebuah bangsa.
Ada sejumlah alasan tentang pentingnya
pendidikan etika berlalu lintas diberikan kepada para pelajar. Pertama, alasan
legal-formal. Mengacu pada wawasan dan pemahaman tentang ketentuan, peraturan
dan produk hukum berlalu lintas yang masih rendah di kalangan pelajar. Factor
legal-formal yang tercantum dalam undang-undang lalu lintas apakah sudah
terpenuhi bdan terkuasai oleh para pelajar kita. Antara lain mulai dari
kepemilikan SIM, bukti kepemilikan kendaraan, standar layak kendaraan, traffic
light (rambu-rambu lalu lintas) serta sanksi dan hukuman bagi yang melanggar peraturan
lalu lintas. Walaupun belum secara signifikan ada penelitian yang menunjukkan
berapa persen tingkat wawasan dan pemahaman mereka masih cukup dangkal, tidak
mengerti dan tidak memahami secara menyeluruh.
Kedua, alasan perubahan sosial. Ada
indikasi dan dinamika peningkatan kuantitas kepemilikan kendaraan bermotor
tanpa diimbangi peningkatan kualitas wawasan dan pemahaman disiplin dan etika
berlalu lintas. Hal ini pun terjadi di kalangan pelajar. Akibatnya persoalan
etika berlalu lintas terus terpinggirkan dann semakin hari semakin kompleks
dengan berbagai variasi masalah. Tidak ada data yang menunjukkan berapa
peningkatan jumlah pelajar yang menggunakan kendaraan pribadi setiap waktunya
dalam skala nasional maupun local. Namun, sekali lagi kembali dapat diukur akan
terus mengalami peningkatan dari waktu ke waktu seiring dengan semakin mudah
dan murahnya memiliki kendaraan bermotor baik secara cash/kontan ataupun
kredit.
Ketiga,
alasan kondisional. Dampak lanjutan dari alasan pertama dan kedua adalah munculnya situasi yang tidak aman dan tidak nyaman
dalam berlalu lintas. Kondisi tidak aman dab tidak nyaman berlalu lintas ini
pada gilirannya mengancam keselamatan pengguna kendaraan dan pemakai jalan
lainnya.
Keempat,
alasan peningkatan kasus kiminal. Alasan yang tidak kalah pentingnya mengapa
pendidikan etika berlalu lintas perlu diberikan kepada para pelajar adalah
semakin meningkatnya kasus kriminal. Kasus kriminal ini antara lain dipicu oleh
persaingan kelompok geng motor yang terus meresahkan akhir-akhir ini yang
didalamnya terdapat sejumlah pelajar yang jadi anggotanya. Biasanya dimulai
dari hal sepele seperti saling tatap mata, senggolan, serempetan, dan balapan
liar yang kemudian berujung dengan tawuran dan tindakan-tindakan anarkis
lainnya yang merugikan banyak pihak.
Oleh
karena itu mengacu pada empat alasan tadi maka pendidikan etika berlalu lintas
tidak dapat ditunda-tunda lagi. Untuk teknis dan mekanismenya perlu
diperhatikan paling tidak dua hal berikut ini. Kesatu, mulai dari tahap
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi tetap perlu melibatkan semua pihak
khususnya kalangan pendidik dan aparat kepolisian. Kedua, pendidikan etika
berlalu lintas dapat terintegrasi dengan mekanisme kegiatan pada setiap satuan
pendidikan dalam hal ini kegiatan berbentuk intrakurikuler adalah kegiatan yang
berlangsung pada jam-jam pelajaran yang disusun secara terjadwal dan sebagian
besar berada dalam lingkungan sekolah. Realisasinya adalah dengan menanamkan
nilai-nilai etika berlalu lintas dengan mengintegrasikannya (menyisipkannya)
pada setiap mata pelajarannya.
Meningkatnya
jumlah kasus kecelakaan disejumlah daerah pun menjadikan kita miris, bagaimana tidak ancaman kehilangan jiwa ada didepan mata jika tidak
menggubris atau
menjalankan pemahaman norma dalam berlalu
lintas. Sepatutnya sadar akan bahaya tersebut
untuk kemudian mulai berhati-hati
dalam
menggunakan jalan,
sehingga tidak membahayakan diri sendiri dan orang lain. Akan
tetapi kesadaran seperti ini saja tidak
cukup,pemerintah mustinya mulai berfikir untuk
mengevaluasi semua ini. Jika perlu
wawasan dan pemahaman akan pentingnya etika dalam berlalu
lintas dimasukan dalam materi pembelajaran disekolah-sekolah sejak dini.
Caranya dengan memberikan teladan dan
pemahaman kepada
siswa, untuk itu diperlukan
sosok teladan yang senantiasa dapat memberikan contoh
yang baik bagi murid-muridnya dalam
beretika dijalan. Dari itu diharapkan akan ada kesadaran dari siswa untuk mengikuti mereka dalam hal
taat kepada aturan lalu lintas, seperti tidak ugal-ugalan, kebut- kebutan dan atau melanggar
marka jalan yang dari
itu semua
dapat membahayakan keselamatan orang
lain.
Output seperti inilah yang diharapkan dari pendidikan karakter tentang
berlalu lintas,
tidak lainagar siswa/anak didik
dapat mengerti, merasakan dan melaksanakan aturan-aturan, etika dan sopan santun
dalam
berkendara
dijalan raya. Upaya penindakan
langsung (tilang) yang dikenakan terhadap pelaku pelanggaran yang terjadi di
jalan raya dapat dijadikan peringatan bagi pengguna jalan yang mau coba-coba melakukan
pelanggaran.
Adapun UU No 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan
(LLAJ) diteken Presiden pada 22 Juni 2009, ada sejumlah
ancaman sanksi
kurungan atau denda. Berikut ini
beberapa
perilaku buruk atau pelanggaran yang sering di lakukan bikers saat di jalan dan sejumlah sanksinya:
1. Saat lampu merah, menerabas garis putih dan zebra cross. (Pasal 287,
kuraungan paling lama dua bulan atau denda paling banyak Rp 500 ribu).; 2. Saat
di lampu merah, menerabas, nergerak sebelum lampu hijau. (Pasal 287, kurungan
paling lama dua bulan atau denda paling banyak Rp 500 ribu); 3. Menggunakan
trotoar sebagai jalan pintas di tengah kemacetan; 4. Menggunakan knalpot
bersuara bisimg (Pasal 285 ayat 1 kurungan paling lama satu bulan atau denda
paling banyak Rp 250 ribu); 5. Menyalip dari kiri jalan tanpa memperhatikan
kendaraan lain. (Pasal 300, kurungan paling lama satu bulan atau denda paling
banyak Rp 250 ribu ); 6. Berbelok tanpa menyalakan lampu sign (Pasal 294
ancaman pidana penjara satu bulan atau denda Rp 250 ribu); 7. Berboncengan
lebih dari dua orang (Pasal 292 penjara paling lama satu bulan atau denda
paling banyak Rp 250 ribu); 8. Membunyikan
klakson yang menekakan telinga, terlebih di tengah kemacetan; 9. Saat
hujan deras, berteduh di bawah kolong jembatan secara bergerombol yang memakan
ruas jalan.; 10. Berkendara dengan kecepatan tinggi di tengah keramaian lalu
lintas jalan raya (Pasal 287
ayat 5 kurungan paling lama dua bulan
atau
denda paling banyak Rp
500
ribu).; 11. Berkendara sambil merokok.;
12. Berkendara sambil menelepon atau sms. (Pasal
283, kurungan paling lama tiga bulan
atau
denda paling banyak Rp
750
ribu).; 13. Berkendara membawa anak kecil di bagian depan dan belakang.
(Pasal 292, kurungan paling lama satu bulan atau denda paling banyak
Rp 250 ribu).; 14. Aksi balapan liar
di jalan umum. (Pasal 297, kurungan paling lama satu tahun atau
denda paling banyak
Rp 3 juta).; 15. Berkendara sambil menggunakan earphone
untuk mendengarkan musik keras keras.
PENUTUP
Pemahaman
siswa terhadap syarat-syarat untuk
diperbolehkan
menggunakan kendaraan bermotor
di jalan raya, ketika
siswa pergi ke sekolah mengendaraai sepeda
motor
tanpa memiliki SIM belum mematuhi kewajiban persyaratan teknis dan layak jalan dan karena adanya beberapa faktor, yaitu
kurangnya
pengetahuan tentang undang- undang lalu lintas, belum teruji kompetensinya
dalam mengemudi,
kesadaran berlalu lintas belum
sepenuhnya dimiliki oleh siswa,
dan adanya pembiaran oleh orang tua.
Pendidikan
pertama bagi seorang anak adalah orang tua. Apabila anak melakukan penyimpangan
seperti melanggar tata tertib lalu lintas, sudah seharusnya orang tua
mengingatkan anaknya mana yang benar dan mana yang salah. Memantau pergaulan
anaknya seperti tidak memberikan sepeda motor sendiri kepada anaknya. Atau
lebih memilih mengantar jemput anaknya daripada memberikan sepeda motor sendiri
Menyikapi peristiwa yang ada, aparat polisi lalu
lintas juga harus memahami betul tentang mengapa banyak terjadi
pelanggaran-pelanggaran lalu lintas, baik dari segi pengetahuan dan kesadaran
siswa, mempertimbangkan kembali upaya untuk menertibkan lalu lintas dengan
begitu akan lebih mudah bagi aparat untuk
memberikan petunjuk dan menanamkan kesadaran bagi siswa melalui
sosialisasi yang sesuai dan dapat dilakukan aparat dengan mendatangi
sekolah-sekolah. Hendaknya para siswa sabar, sadar dan
dengan penuh tanggung jawab wajib :a. Mematuhi tata tertib lalu lintas/disiplin lalu
lintas; b.Melaksanakan sopan
santun lalu lintas.;c.Memperhatikan peralatan perlengkapan kendaraan dengan
sempurna.
DAFTAR PUSTAKA
Danang. 2011. Budaya Tertib lalu lintas, Jakarta Timur: PT Sarana Bangun Pustaka
Departemen Kehakiman. 1983. Penyuluhan hukum ke VII tentang pelanggaran
lalu lintas,
Jakarta :
Departemen Kehakiman
Putra Agil Laksamana. 2013.Budayakan
Tertib Lalu Lintas (online)
Senin, 04
November 2013
Shofiati, Sri. 2012. Hidup Tertib, Jakarta Timur: Balai
Pustaka
Suryajaya. 1995. Aman dan Nyaman di Jalan,
Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.
Tirtarahardja, U & La Sulo, S.L.
2012. Pengantar Pendidikan. Jakarta:
PT Rineka Cipta
0 komentar:
Posting Komentar