PROBLEMATIKA
PENDIDIKAN MORAL DAN BUDI PEKERTI
Oleh : Firda Rizkita Nanda
Universitas Negeri Malang
E-mail: Firdarizkita8@gmail.com
Abstrak: Aspek yang berkaitan dengan
budi pekerti kurang disentuh di sekolah bahkan kecenderungan tidak ada sama
sekali. Gaya hidup modern yang tidak didasari budi pekerti akan cepat ditiru.
Arus globalisasi dengan teknologinya yang berkembang juga merupakan tantangan
tersendiri di mana informasi positif maupun negatif dapat langsung diakses. Ada
beberapa alternatif kebijakan yang ditawarkan penulis agar dapat digunakan menyelesaikan
permasalahan tersebut. Namun, alternatif tersebut pasti memiliki potensi dan
limitasi tersendiri dalam penerapannya.
Kata Kunci : Pendidikan, Moral, Budi
Pekerti, Peserta didik
Latar Belakang
Sistem pendidikan Nasional di Indonesia sebagaimana
tertuang di dalam Undang-Undang No. 2/89 Sistem Pendidikan Nasional dengan
tegas merumuskan tujuannya pada Bab II, Pasal 4, yaitu mengembangkan manusia
seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
dan berbudi pekerti luhur. Selain itu,
juga memiliki pengetahuan dan keterampilan, sehat jasmani dan rohani,
kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan
dan kebangsaan. Tujuan yang terdapat dalam sistem pendidikan nasional kita
sudah sangat lengkap untuk membentuk anak didik menjadi pribadi utuh yang
dilandasi akhlak dan budi pekerti luhur. Namun pada kenyataannya, tujuan yang
mulia tersebut tidak diimbangi dengan kebijakan pemerintah yang mendukung
tujuan tersebut. Hal ini terbukti pada kurikulum sekolah yang telah
menghapuskan mata pelajaran budi pekerti dari daftar mata pelajaran di sekolah.
Oleh karena itu, aspek-aspek yang berkaitan dengan budi pekerti menjadi kurang
disentuh bahkan ada kecenderungan tidak sama sekali.
Hasilnya, budaya negatif mudah teresap tanpa ada filter
yang cukup kuat. Gaya hidup modern yang tidak didasari akhlak/budi pekerti akan
cepat ditiru. Perilaku negatif seperti tawuran akan menjadi budaya baru yang
dianggap dapat mengangkat jati diri mereka. Premanisme ada dimana-mana, emosi
meluap-luap, cepat marah dan tersinggung, ingin menang sendiri menjadi bagian
hidup yang akrab dalam pandangan sebagian dari diri masyarakat kita sendiri.
Hal lain yang menunjukkan lunturnya budi pekerti / akhlak untuk saat ini adalah
banyaknya kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh anak sekolah di bawah
umur. Dalam hal ini, bisa saja terjadi perilaku dan korban pelecehan tersebut
adalah anak-anak. Tindak kejahatan mencuri bahkan menodong semua pelakunya
adalah pelajar sekolah.
Rumusan Masalah Kebijakan
Arus globalisasi dengan teknologinya yang berkembang
pesat merupakan tantangan tersendiri di mana informasi baik positif maupun
negatif dapat langsung diakses. Tanpa adanya bekal yang kuat dalam penanaman
agama (yang tercakup nilai moral dan budi pekerti) hal itu akan berdampak
negatif jika tidak disaring dengan benar. Pola hidup dan perilaku yang telah
bergeser sedemikian serempaknya di tengah-tengah masyarakat juga merupakan
tantangan yang tidak dapat diabaikan. Moral para pejabat yang memang sudah amat
melekat seperti “koruptor”, curang/tidak jujur, tidak peduli pada kesusahan
orang lain, dan lain-lain, ikut menjadi tantangan tersendiri karena bila
mengeluarkan kebijakan, diragukan ketulusan dan keseriusannya
mengimplementasikan secara benar. Kurikulum sekolah mengenai dimasukkannya
materi moral dan budi pekerti ke dalam setiap mata pelajaran juga cukup sulit.
Ini terjadi karena ternyata tidak semua guru dapat mengaplikasikan model
integrated learning tersebut kedalam mata pelajaran lain yang sedang
diajarkannya atau yang diampunya. Kondisi ekonomi Indonesia juga menjadi
tantangan yang tidak dapat diabaikan begitu saja. Oleh karena itu,
bagaimanapun, setiap ada kebijakan pasti memerlukan dana yang tidak sedikit.
Jika penghapusan mata pelajaran budi pekerti tersebut
karena dianggap telah cukup tercakup dalam mata pelajaran agama, tentu hal itu
tidak demikian adanya. Walaupun budi pekerti merupakan bagian dari mata
pelajaran agama yang salah satu bahasannya adalah akhlak/budi pekerti,
pembahasan mengenai hal tersebut pasti memperoleh porsi yang sangat kecil
karena aspek yang dibahas dalam pelajaran agama sangat banyak dan alokasi
waktunya sangat minim yaitu dua jam dalam seminggu. Demikian pula sentuhan
agama yang salah satu cabang kecilnya adalah akhlak/budi pekerti menjadi amat
tipis dan tandus. Padahal zaman terus berjalan, budaya serta teknologi sangat
berkembang pesat dan arus informasi dari manca negara bagai tidak terbatas. Maka
sangat perlu dilakukan langkah-langkah guna menyelesaikan permaslahan tersebut.
Rumusan Alternatif
Kebijakan
Melihat dampak dari kurangnya pendidikan budi pekerti bagi siswa
,
maka penulis menawarkan beberapa alternatif kebijakan. Bentuk dari alternatif
kebijakan yang ditawarkan oleh penulis yakni:
Alternatif pertama, yaitu Pemerintah dapat
membuat kebijakan untuk sekolah
melakukan Pendekatan Pendidikan Budi Pekerti. Pendekatan yang dimaksud antara
lain : (a) Pendekatan penanaman moral (Inculcation
Approach) yaitu mengusahakan agar peserta didik mengenal dan menerima nilai
sebagai milik mereka dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya
melalui tahapan : mengenal pilihan, menilai pilihan, menentukan pendirian,
menerapkan nilai sesuai dengan keyakinan diri. Cara yang dapat digunakan pada
pendekatan ini antara lain keteladanan, penguatan positif dan negatif,
simulasi, dan bermain peran. (b) Pendekatan Perkembangan Moral Kognitif (Cognitive Moral Development Approach) yaitu
menekankan pada berbagai tingkatan dari pemikiran moral. Guru dapat mengarahkan
anak dalam menerapkan proses pemikiran moral melalui diskusi masalah moral
sehingga peerta didik dapat membuat keputusan tentang pendapat moral. Cara yang
dapat digunakan pada pendekatan ini adalah melakukan diskusi kelompok dengan
topik dilema moral, baik yang faktual maupun yang abstrak (hipotetikal). (c)
Pendekatan Analisis Nilai (Values
Analysis Approach) yaitu menekankan agar peserta didik dapat menggunakan
kemampuan berpikir logis dan ilmiah dalam menganalisis masalah sosial yang
berhubungan dengan nilai tertentu. Selain itu, peserta didik dalam menggunakan
proses berpikir rasional dan analitik dapat menghubung-hubungkan dan merumuskan
konsep tentang nilai mereka sendiri. Cara yang dapat digunakan dalam pendekatan
ini, antara lain diskusi terarah yang menuntut argumentasi, penegasan bukti,
penegasan prinsip, analisis terhadap kasus, debat dan penelitian. (d)
Pendekatan Klarifikasi Nilai (Values
Clarification Approach) yaitu menumbuhkan kesadaran dan mengembangkan
kemampuan peserta didik dalam mengidentifikasi nilai-nilai mereka sendiri dan
nilai-nilai orang lain. Selain itu, pendekatan ini juga membantu peseta didik
untuk mampu mengkomunikasikan secara jujur dan terbuka tentang nilai-nilai
mereka sendiri kepada orang lain dan membantu peserta dalam menggunakan
kemampuan berfikir rasional dan emosional dalam menilai perasaan, nilai, dan
tingkah laku mereka sendiri. Cara yang dapat dimanfaatkan dalam pendekatan ini,
antara lain bermain peran, simulasi, analisis mendalam tentang nilai sendiri,
aktivitas yang mengembangkan sensitivitas, kegiatan diluar kelas, dandiskusi
kelompok. Dan (e) Pendekatan Pembelajaran Berbuat (Action Learning Approach) yaitu mengembangkan kemampuan peserta
didik seperti pada pendekatan analisis dan klarifikasi nilai. Selain itu,
pendekatan ini di maksudkan untuk mengembangkan kemampun peserta didik dalam
melakukan kegiatan sosial serta mendorong peserta didik untuk melihat diri
sendiri sebagai makhluk yang senantiasa berinteraksi dalam kehidupan
bermasyarakat. Cara yang dapat digunakan dalam pendekatan ini, selain cara-cara
pendekatan analisis dan klasifikassi nilai, adalah metode proyek/ kegiatan di
sekolah, hubungan antar pribadi, praktik hidup bermasyarakat dan berorganisasi.
Alternatif kedua, yaitu Pemerintah dapat membuat
kebijakan untuk sekolah dalam pengorganisasian pendidikan budi pekerti dalam
kurikulum dunia persekolahan. Misalnya dengan mengintegrasikan budi pekerti
kedalam mata pelajaran lainnya. Pada dasarnya semua mata pelajaran mengandung
unsur yang berkaitan dengan budi pekerti. Kejelian para guru mata pelajaran
sangat diharapkan dalam mengintegrasikan budi pekerti ke dalam mata pelajaran
yang diajarkannya. Oleh karena itu, perlu diadakan pelatihan dan sosialisasi
serta penataran agar guru benar-benar memahami cara mengintegrasikannya.
Alternatif ketiga, yaitu Pemerintah dapat membuat
kebijakan tentang Keterlibatan seluruh komponen penyelenggaraan pendidikan,
khususnya guru, kepala sekolah, administrator pendidikan, pengembang kurikulum,
penulis buku teks dan lembaga pendidikan tenaga keguruan sesuai dengan
kedudukan, peran dan tanggung jawabnya dalam peningkatan budi pekerti peserta
didik. Oleh karena itu, diperlukan peningkatan wawasan dan kemampuan
profesional pendidikan budi pekerti bagi para guru, kepala sekolah, pengembang
kurikulum, penulis buku teks serta para administrator pendidikan secara keseluruhan agar dapat
menjalankan tugas dengan tujuan peningkatan budi pekerti peserta didik di
sekolahnya dengan baik
Alternatif ke empat, yaitu Sekolah dapat membuat
kebijakan untuk meningkatkan kerja sama dengan orang tua peserta didik dan
masyarakat. Karena guna mendukung terwujudnya pelaksanaan budi pekerti di
sekolah diperlukan adanya sinergitas dan kerja sama yang erat antara orang tua,
sekolah, masyarakat, dan pemerintah. Peran orang tua dalam menyukseskan
pendidikan budi pekerti sangat besar. Karena pada dasarnya sikap, perilaku dan
budi pekerti anak itu dimulai dari keluarga (orang tua). Para orang tua
harusnya berlomba-lomba menanamkan nilai-nilai moral dan budi pekerti luhur
melalui pendidikan agama sejak usia dini. Penanaman pendidikan agama sejak usia
dini akan secara otomatis tertanam nilai-nilai moral dan budi pekerti luhur
yang akan berdampak sangat positif bagi perkembangan jiwa anak hingga dewasa.
Ini terjadi karena moral dan budi pekerti merupakan bagian dari pendidikan
agama yang disebut pendidikan akhlak. Budi pekerti akn kuat jika banyak
dipraktikkan, dipatuhi, dan diyakini sebagai suatu yang baik dan direstui.
Sedangkan peran masyarakat dalam pendidikan budi pekerti juga tidak kalah
penting. Dalam banyak kasus, banyak pula para siswa yang berbudi pekerti kurag
baik mengganggu ketenangan hidup bermasyarakat dengan melakukan tindakan tidak
terpuji, misalnya suka mencuri, tawuran, minum-minuman keras, narkoba serta
sering membuat onar di lingkungan masyarakat. Kepada anggota masyarakat yang
melihat siswa melakukan perbuatan negatif tersebut, diharapkan agar segera
melapor ke pihak sekolah atau pihak yang berwajib untuk pembinaan selanjutnya.
Kapedulian masyarakat terhadap pelaksanaan penanaman budi pekerti atau
peranannya sebagai Social Control
sangat diharapkan.
Analisis Potensi dan Limitasi
Alternatif
Dengan beberapa alternatif kebijakan yang
telah ditawarkan oleh penulis sebagaimana yang dijelaskan diatas, tentunya ada
potensi serta limitasi dalam alternatif kebijakan tersebut. Pada alternatif
pertama, yaitu Pemerintah
dapat membuat kebijakan untuk sekolah
melakukan Pendekatan-pendekatan Pendidikan Budi Pekerti. Potensi yang dimiliki
alternatif tersebut adalah dengan memilih pendekatan yang terbaik (eklektif)
dan saling mengaitkannya satu sama lain akan menimbulkan hasil yang optimal
(sinergis) dalam peningkatan budi pekerti peserta didik. Selain itu, para
pendidik juga akan lebih mengetahui karakter-karakter setiap peserta didik
dengan maksud mempermudah dalam peningkatan pendidikan budi pekertinya.
Sedangkan limitasinya yaitu, Kesulitan yang dihadapi guru atau pendidik dalam
memilih pendekatan mana yang cocok untuk digunakan atau yang sesuai dengan
karakter peserta didiknya yang bermacam-macam. Jika guru tersebut salah dalam
memilih pendekatan maka pembelajaran juga tidak akan bisa berjalan kondusif dan
peningkatan budi pekertinya juga tidak akan dapat terlaksana.
Pada alternatif kedua yaitu Pemerintah dapat membuat
kebijakan untuk sekolah dalam pengorganisasian pendidikan budi pekerti dalam
kurikulum dunia persekolahan. Potensinya yaitu dengan mengintegrasikan
pendidikan budi pekerti di setiap mata pelajaran dapat lebih membantu
peningkatan pendidikan budi pekerti peserta didik. Karena secara tidak langsung
jika diintegrasikan di setiap mata pelajaran maka sedikit demi sedikit pula
pendidikan budi pekerti akan di kuatkan oleh para gurunya. Sedangkan
limitasinya yaitu, Seringnya guru yang tidak menekankan pendidikan budi pekerti
pada saat mengajar mata pelajaran, atau hanya terlalu fokus pada mata pelajaran
yang diajarnya. Guru sering kali tidak menyinggung peningkatan pendidikan budi
pekerti peserta didik.
Alternatif ketiga yaitu Pemerintah dapat membuat
kebijakan tentang Keterlibatan seluruh komponen penyelenggaraan pendidikan,
khususnya guru, kepala sekolah, administrator pendidikan, pengembang kurikulum,
penulis buku teks dan lembaga pendidikan tenaga keguruan sesuai dengan
kedudukan, peran dan tanggung jawabnya dalam peningkatan budi pekerti peserta
didik. Potensinya yaitu, dengan melibatkan seluruh komponen pendidikan tersebut
dapat sangat membantu dalam peningkatan pendidikan budi pekerti bagi peserta
didik. Karena jika seluruh komponen sekolah dapat melaksanakan tugas dan
tanggung jawabnya dalam peningkatan budi pekerti peserta didik maka mereka juga
akan memegang peranan penting dalam
peningkatan budi pekerti setiap peserta didik itu sendiri. Sedangkan
limitasinya yaitu, masih adanya komponen sekolah yang tidak memikirkan atau
cuek terhadap pendidikan budi pekerti peserta didiknya. Misalnya kepala sekolah
yang hanya fokus ke peningkatan kinerja gurunya tetapi tidak memperhatikan
bagaimana budi pekerti yang seharusnya dimiliki oleh peserta didik di
sekolahnya.
Alternatif keempat, yaitu Sekolah dapat membuat kebijakan
untuk meningkatkan kerja sama dengan orang tua peserta didik dan masyarakat.
Potensinya yaitu dengan adanya kerja sama antar sekolah dengan orang tua
peserta didik, maka sekolah akan lebih mengetahui bagaimana perkembangan budi
pekerti dari siswa itu sendiri dengan langsung mendapat informasi dari orang
tua bagaimana cara berperilaku anaknya ketika dirumah. Selain itu jika bekerja
sama dengan masyarakat juga akan mengetahui bagaimana cara bergaul peserta
didiknya di lingkungan masyarakat. Bisa juga sekolah memiliki mata-mata atau
pengawas untuk mengawasi tingkah laku peserta didiknya. Limitasinya yaitu
Akibat tuntutan kebutuhan hidup keluarga yang sangat mendesak, jangankan
memberi pendidikan bagi anaknya, masalah kesehatan dan keselamatan kerja bagi
anak pun menjadi hal yang diabaikan oleh orang tua. Umumnya orang tua yang
sanggup membiayai pendidikan anaknya adalah orang tua yang bekerja. Orang tua
yang bekerja dengan waktu yang cukup panjang sehingga meninggalkan anaknya di
rumah di bawah asuhan para pembantu rumah tangga yang juga sering kali sangat
rendah pendiidikannya. Saat pulang dari bekerja, para orang tua sudah sangat
lelah. Anak-anaknya pun sudah tertidur ditemani pembantu rumah tangga.
Akibatnya, orang tua / keluarga semacam ini pun tidak pernah menanamkan
nilai-nilai positif, khususnya nilai budi pekerti yang luhur. Sedangkan
Penanaman nilai-nilai budi pekerti di masyarakat pun menjadi sangat kurang
sebagai akibat dari himpitan ekonomi. Semua sibuk memikirkan pemenuhan
kebutuhan hidup. Kontrol sesama masyarakat menjadi kurang, bahkan tidak ada.
Semua serba individualistis. Kondisi seperti ini justru sangat berpengaruh pada
penanaman nilai-nilai budi pekerti. Keluarga yang anaknya terbebas/ tak
terpengaruh sisi negatif lunturnya nilai budi pekerti seperti narkoba, tawuran,
seks bebas dan lain-lain tidak peduli pada tetangga/keluarga lain yang secara
kebetulan mengalaminya, yang terpenting keluarga sendiri terlebih dahulu.
Rumusan Rekomendasi Kebijakan
Problematika pendidikan moral dan budi pekerti peserta
didik memang sering dijumpai pada saat ini. Entah itu perilaku negatif seperti
mencuri, seks bebas, tawuran, bahkan pembunuhan yang dilakukan oleh seorang
peserta didik yang seharusnya masih memerlukan bimbingan baik dari keluarga
maupun sekolahnya. Dengan alternatif kebijakan yang telah
diuraikan oleh penulis. Penulis sadar terdapat limitasi dalam setiap
alternatif kebijakannya. Sehingga
penulis merekomendasikan alternatif kebijakan, dimana pemerintah seharusnya menetapkan kebijakan bagi seluruh
sekolah untuk melakukan berbagai pendekatan untuh peningkatan moral dan budi
pekerti bagi peserta didiknya. Pendekatan tersebut seharusnya di
implementasikan baik di pendidikan dasar sampai perguruan tinggi.
Alasan mengapa alternatif kebijakan ini dipilih karena
dengan melakukan pendekatan-pendekatan yang disesuaikan dengan karakter siswanya,
maka pedidik atau guru dapat lebih mempertajam nilai budi pekerti bagi peserta
didiknya. Selain itu, guru juga dapat berkomunikasi secara langsung dan terbuka
dengan siswanya. Guru bisa memilih pendekatan mana yang sesuai atau bisa
mengkombinasikan pendekatan satu dengan pendekatan yang lain dalam
pengimplementasiannya. Meskipun alternatif ini memiliki limitasi kesulitan yang
dihadapi guru atau pendidik dalam memilih pendekatan mana yang cocok untuk
digunakan atau yang sesuai dengan karakter peserta didiknya yang
bermacam-macam. Namun dengan komunikasi yang terjalin secara terus menerus,
secara tidak langsung akan membangun sensitivitas bagi guru untuk mengetahui
karakter setiap peserta didiknya. Maka dari itu alternatif pendekatan moral dan
budi pekerti ini akan lebih efektif dan efisien jika diimplementasikan dalam
rangka peningkatan pendidikan moral dan budi pekerti untuk peserta didik.
DAFTAR
RUJUKAN
Chan, M &
Sam, T. 2005. Kebijakan Pendidikan Era
Otonomi Daerah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Imron, A.
1994. Kebijaksanaan Pendidikan di Indonesia. Malang: UM Press.
Imron, A.
1996. Pengantar Pendidikan. Malang: UM Press.
Republik
Indonesia. 2003. Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta:
Sekertariat Negara.
Zuriah. 2007. Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam
Perspektif Perubahan. Jakarta: PT Bumi Aksara.